Wednesday, May 30, 2012

Asparagus dan Lomba Pidato

Kronik Pembaruan

Tidak ada hubungan antara Asparagus (Asparagus Officinalis) dengan pidato. Tetapi Kamis siang pekan lalu (21/6), di satu desa di Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, berlangsunglah suatu upacara yang menyangkut tanaman holtikultura itu, dan sudah barang tentu, disertai dengan sejumlah pidato. Tanpa direncanakan, pidato-pidato itu seolah-olah disampaikan dalam suatu lomba pidato.

Pengusaha nasional Probosutedjo memprakarsai penanaman asparagus itu di desa yang pernah dikunjunginya 35 tahun lalu itu. Ia sebelumnya ingin mengajak para petani lewat KUD (Koperasi Unit Desa), tetapi karena pembentukan KUD berbelit-belit, para petani itu diorganiser dalam suatu perseroan terbatas, sehingga 500 petani bertindak sebagai pemegang saham dengan one man one vote, bukan one share one vote seperti biasanya. Mendengar itu, Ketua Dekopin Prof. Dr. Sri Edi Swasono—juga hadir dalam upacara itu, dan menyampaikan sambutannya tanpa teks—menyebutnya sebagai “PT yang bergerak dengan mekanisme koperasi”.

Nah, sejumlah tokoh dan pejabat menyampaikan pidatonya pada upacara peresmian persemaian asparagus itu. Mulai dari camat, wakil petani, bupati, dan Probosutedjo sendiri berpidato tanpa teks. Probosutedjo meminta petani bekerja sungguh-sungguh agar modal 12 miliar rupiah lebih termasuk pabrik pengalengan yang akan didirikan, tidak akan sia-sia dan kepercayaan terhadap mereka hilang.

Suasana tidak formal atau tidak protokoler semakin terasa dengan emcee (master of ceremony) penyanyi Hakim Tobing yang benar-benar tidak bisa “formal”. Ia menyebut Prof. Dr. JH Hutasoit yang hadir sebagai “mantan dirjen pertanian”, bukan “mantan menteri”!

Lalu tibalah giliran Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar. Ia mula-mula membacakan pidato tertulis. Pada bagian akhir ia mengatakan, itulah sambutan yang disiapkan stafnya yang dikatakannya wajib ia bacakan. Tetapi, tambahannya, mengingat pidato-pidato sebelumnya disampaikan tanpa teks, ia pun, “tentu tidak mau kalah”. Ia melipat kertas pidatonya.

Dalam pidato lisan itu Gubernur mengatakan, di Sumatera Utara selalu ada yang “anti”. Apa pun yang dikerjakan selalu mendapat tantangan. Yang baik, ada yang anti, apalagi yang buruk, kata Raja Inal.

Upacara ini benar-benar menjadi lomba pidato setelah salah seorang dari beberapa anggota DPA yang sedang berkunjung dan menghadiri acara itu, CI Santoso, yang diminta menyampaikan sambutannya, juga berpidato tanpa teks.

Suara Pembaruan/ Moxa Nadeak
27 Juni 1990

0 comments:

Post a Comment