Friday, June 22, 2012

Pendeta di Bandarudara Frankfurt, Pelayanannya Meliputi Kerohanian Pelarian Politik & Kehabisan Uang

FRANKFURT—Pendeta Karl G Gutberlet (50 th) bersama beberapa stafnya melayani siapa saja yang memerlukan pertolongan di Bandar udara terbesar di Jerman Barat, di Frankfurt Main.

Apa yang dikerjakan oleh pendeta Protestan yang sudah pernah bekerja selama 5 tahun di Afrika ini, barangkali merupakan suatu contoh klasik. Tapi sudah jarang ditemukan pada masa sekarang pada diri seorang pendeta jemaat. Ia menolong setiap prang, ia menolong pelarian dan mengusahakan penampungannya, ia menolong mereka yang ketakutan akan keramaian, dan juga yang merasa kebingungan dalam keramaian lapangan udara.

Usaha pelayanan pendeta Gutberlet bukanlah satu-satunya di berbagai lapangan udara di dunia. Tapi ada keistimewaan dari lembaga yang dipimpinnya di sini, yaitu pelayanan dua segi: pastoral care, pelayanan kerohanian dan social care, pelayanan social.

Bertemu dengan Pendeta Gutberlet dan asistennya Nona Elke Hartmann di Bandar udara itu Jumat pagi pekan lalu merupakan pertemuan seorang asing dari Indonesia dengan dua orang asing dari negara Barat. Tapi tak terasa suasana asing. Gutberlet menganggap tamunya sebagai saudaranya. Tidak ada sifat-sifat umum orang Barat yang sombong.

PERTAMA kali, secara formal, lembaga pelayanan ini memiliki sebuah kapel (gereja kecil) di tengah lapangan udara ini. Letaknya di seberang Gate B32, pintu kedatangan internasional di Sayap B. Kapel ini selalu terbuka dan siap dipakai siapa pun, baik untuk bersembahyang maupun untuk bersamadi, atau mengikuti kebaktian sekalipun. Di sinilah pendeta dan asisten-asistennya serta tenaga-tenaga sukarela memberikan pelayanan.

Tidak hanya di kapel ini, pendeta Gutberlet juga menyediakan ruang kantornya untuk mereka yang ingin beristirahat atau menyendiri. “Tiap orang memerlukan saat-saat hening,” ujarnya. “Barangkali seseorang ingin berteriak seorang diri, ingin melepaskan beban… Ruang kantor saya boleh dipakai, kalau hal itu tak dapat dilakukannya dalam kapel ini,” tambahnya.

Ia menceritakan, seorang Arab beragama Islam suatu ketika ingin memakai kapel tersebut untuk bersembahyang. Sang tamu sudah menanyakan di mana arah kiblat, dan Gutberlet memberitahukannya, tapi orang itu tak jadi menggunakannya karena di sana tergantung salib.

Ruang kapel ini tidak begitu besar, agaknya hanya untuk memanfaatkan ruang yang kurang bermanfaat di sini. Menurut Gutberlet kapel itu akan segera mendapatkan tempat baruyang segera terlihat.

Sejak 1972
PELAYANAN di lapangan udara ini sudah dimulai sejak tahun 1972, merupakan kerjasama antara gereja Protestan dan Katolik di daerah Frankfurt. Kedua gereja ini membentuk suatu dewan yang membawahi pelayanan ini dan pendeta Gutberlet beserta stafnya bertanggungjawab terhadap dewan tersebut.

Dalam pelayanan ini mereka sering mendapat bantuan dari tenaga-tenaga sukarela, anggota-anggota kedua gereja, yang tanpa bayaran menyediakan waktunya membantu usaha kemanusiaan ini.

Di antara mereka ada ibu-ibu rumah tangga, pemuda atau pemudi, yang siap melayani siapa saja di antara 75.000 penumpang pesawat terbang yang menggunakan terminal ini. Tidak hanya itu, juga untuk melayani 30.000 karyawan yang bekerja shift per shift di situ.

Gutberlet menggambarkan, tidak mustahil seorang tukang sapu atau seorang kepala bagian atau petugas di menara memerlukan sesuatu pelayanan yang berhubungan dengan tugasnya.

Ide pokok dalam pelayanan di sini, menurut Gutberlet yang mempunyai isteri warga negara Swiss dengan tiga anak, dua perempuan dan seorang laki-laki ini, ialah “tetap hadir di tengah-tengah mereka yang menggunakan lapangan udara ini dan siap menolong siapa pun yang memerlukan pertolongan.” Karena itu Gutberlet selalu membawa sebuah radio-pager di kantongnya sehingga ia dapat dihubungi di mana saja pun dan kapan pun.

Ia akan dihubungi oleh polisi khusus di lapangan udara itu bilamana ada seseorang yang memerlukan pertolongan. Antara polisi dan lembaga pelayanan ini ada saling kerjasama.

Pelarian Politik
“KALAU umpamanya orang itu hanya memerlukan perawatan gigi, umpamanya, apakah anda dapat melayaninya?”

“Benar,” kata Gutberlet. “Kebanyakan orang hanya memerlukan pelayanan kesehatan, dan untuk itu beberapa klinik memang sudah disediakan. Klinik-klinik ini terletak berdekatan dengan kantor lembaga ini di sekitar Building 201.

Ruang kerja pendeta Gutberlet bersama staf terletak di kamar nomer 3117 dengan telepon 0611-690-5061, alamat 6000 Frankfurt/Main 75 Flughafen.

Yang paling mengesankan dalam pelayanan lembaga kecil ini ialah yang menyangkut pelarian politik (political refugee), atau mereka yang sekadar mengungsi menghindarkan negaranya sendiri. Gutberlet mengatakan, sudah pernah mempunyai pengalaman dengan mereka yang berasal dari Chili, Vietnam, Eritrea—Ethiopia, Iran, Libanon, atau dari negara-negara yang dilanda perang.

Yang terakhir baru-baru ini ialah bertemu dengan pelarian dari Pakistan, beragama Islam dari mazab Ahmadiah. Orang ini berusaha memperoleh suaka politik (political asylum) dari pemerintah Jerman Barat.

Menurut Gutberlet, orang-orang seperti ini akan ditampung dalam sebuah kamp khusus, tidak jauh dari Frankfurt. Di sinilah mereka menunggu pengakuan pemerintah, sementara masalahnya akan ditangani oleh suatu badan pusat yang khusus menyelesaikan masalah-masalah pengungsi. Penyelesaiannya bisa cepat, tapi bisa juga lama, katanya.

Masalah pengungsi ini menjadi soal yang pelik bagi pemerintah Jerman Barat. Menurut Konstitusi, setiap orang dapat memperoleh suaka politik di negeri ini, tapi ini akan menimbulkan masalah lanjutan yaitu apa kelak pekerjaan orang itu sementara di dalam negeri sendiri terdapat 2,5 juta penganggur dan 3 juta pekerja tamu asal luar negeri. “Ini benar-benar masalah lapangan kerja,” kata sang pendeta.

Tugas Umum
SECARA umum lembaga yang bermana “Ecumenical Airport Chaplaincy” ini bertugas melakukan pelayanan pada tingkat jemaat. Kedua, pelayanan kerohanian. Ketiga, pelayanan jasmaniah seperti pengobatan oleh berbagai klinik. Keempat, pelayanan kepemudaan. Dan kelima, pelayanan yang universal, melayani di antara orang-orang asing.

Menyangkut pelayanan yang universal ini, lembaga ini juga menyiapkan tenaga-tenaga ahli di bidang masing-masing, baik menyangkut psikiatri, psikolog, ahli-ahli social dan ahli hukum.

Bagaimana kalau orang pendatang itu sama sekali tidak dapat menggunakan salah satu bahasa di Eropa Barat ini. “Kami akan mencari seseorang asal negaranya yang dapat menterjemahkannya,” jawab Gutberlet yang menguasai tiga bahasa: Jerman, Inggeris, dan Perancis.

“Kalau kesulitan orang asing itu hanya menyangkut ketiadaan uang atau keholangan dompet bagaimana?”

“Itu juga akan kami tolong,” katanya.

Agaknya yang paling menarik ialah kesediaan pendeta Gutberlet menolong mereka yang mengalami kesusahan menyangkut penginapan.

“Saya siap menyediakan apartemen saya, yang hanya digunakan oleh saya, isteri saya, dan tiga anak-anak saya. Toh keluarga kami tidak akan terlalu bersusah payah menampung mereka yang membutuhkan penginapan,” kata pendeta yang mengaku sudah pernah melihat penderitaan yang paling menusuk perasaan di benua Afrika.

“Saya punya apartemen yang luas. Itu tidak jadi masalah,” katanya.

Ia mengatakan sekarang ini ia dan isterinya sedang mencari apartemen yang lebih dekat dengan lapangan terbang itu. Apartemen mereka sekarang masih termasuk cukup jauh.

“Apakah anda hanya akan mengutamakan orang-orang Kristen?”

“Sama sekali tidak. Kami tidak melihat orang dari warna kulit, latar belakang politik, agama, atau apa pun.”

“Agaknya saya menemukan orang Kristen yang benar,” kata “SHM”. Banyak orang Kristen yang baik, percayalah,” kata Gutberlet ketawa.

Saling Pengertian
PENDETA ini mengungkapkan sedang mengusahakan pengenalan timbale balik dengan serikat-serikat buruh di pelabuhan udara ini, menyangkut kesejahteraan buruh-buruh tersebut.

Masalah yang sedang berkembang sekarang ini ialah rencana pemerintah Frankfurt untuk menambah “run way” karena semakin ramainya penerbanyan yang menggunakan terminal tersebut. Penduduk sekitar lokasi penambahan jalur penerbangan itu memprotesnya, antara lain karena berarti akan menambah kebisingan. Tidak hanya mereka, gereja di sekitar lokasi itu juga menyatakan keberatannya.

“Usaha kami sekarang adalah menumbuhkan saling pengertian,” kata Gutberlet. Ia mengatakan penambahan jalur itu adalah untuk kepentingan yang lebih luas atau kepentingan yang universal. Kita perlu berkorban untuk kepentingan yang lebih besar, katanya.

SHM/ Moxa Nadeak
5 Agustus 1984

0 comments:

Post a Comment