Tuesday, June 26, 2012

Pengungsi Selamatkan Diri Melalui Turki

Laporan “Pembaruan” dari Pos Perbatasan

Ankara, 30 Agustus
Tidak ada atau belum ada warga Indonesia yang melewati perbatasan Turki-Irak sampai hari Selasa (28/8), dan Kedutaan Besar RI di Ankara juga tidak menerima laporan atau pemberitajuan akan adanya warga Indonesia dari Kuwait atau Irak menyelamatkan diri memasuki Turki.

Selama hari Senin dan Selasa (27-28/8) hanya warga Bangladesh dan Romania yang melewati pos perbatasan Turki di Habur, menyelamatkan diri dari Kuwait dan Irak, demikian wartawan Pembaruan Moxa Nadeak melaporkan dari Ankara setelah mengunjungi pos perbatasan itu selama dua hari tersebut.

Pos perbatasan Habur, di sebelah timur Turki, hanyalah merupakan pos militer yang selama ini terbuka menerima para pengungsi. Pemerintah Turki membuka perbatasan itu sejak invasi dan aneksasi Irak terhadap Kuwait permulaan bulan Agustus ini. “Pemerintah Turki sangat berbaik hati menerima semua pengungsi, tidak membedakan kebangsaan atau asal,” kata Jorge Vargas, seorang staf Kedubes Romania kepada Pembaruan di Silupi. Sampai hari Selasa Vargas sudah ada di perbatasan itu selama delapan hari mengurusi warga Romania yang tiba.

Silupi adalah kota yang paling dekat dengan pos perbatasan itu dengan jarak hanya 10 kilometer. Penduduk kota kecil ini sekitar 15 ribu orang dan umumnya adalah orang-orang Kurdi. Kegiatan pengurusan transportasi meningkat di kota ini setelah para pengungsi menyelamatkan diri lewat perbatasan ini.

Tertahan
Hari Senin, sekitar 300 warga Bangladesh juga melewati Habur, tetapi mereka terpaksa tertahan di pos perbatasan itu sebab petugas Kedubes Bangladesh di Ankara terlambat tiba untuk mengurus alat transportasi buat mereka.

Petugas Kedubes Bangladesh, Zakaria, yang sudah tiga hari berada di Silupi hanya mampu menyiapkan makanan bagi rekan-rekan sebangsanya. Sedang untuk mengusahakan minimal lima bus, ia terpaksa harus menunggu bantuan dari kedubesnya. Hari Selasa, sebelum wartawan Pembaruan meninggalkan Silupi, baru tersedia satu bus untuk warga Bangladesh itu, dan itu terpaksa diisi dengan berjejal-jejal.

Usaha menyediakan bus merupakan pekerjaan yang sulit di daerah perbatasan itu, demikian dikatakan Jorge Vargas dan Zakaria.

Bawa DinarVargas sendiri mengatakan, selama lebih seminggu di perbatasan itu sudah sekitar 2000 warha Romania yang melewati perbatasan dari Irak dan Kuwait. Umumnya warha Romania itu bekerja di pabrik-pabrik di kedua negara tersebut. Persoalan bagi para warga itu ialah umumnya mereka mengantongi uang dinar Kuwait yang kini tidak dapat digunakan sebagai alat membayar.

Senin malam, tiba lagi 69 warga Romania dan malam itu juga sebagian dari mereka diberangkatkan dengan bus menuju Diyarbakir, kota yang memiliki Bandar udara di wilayah timur Turki. Bandar Udara ini dilayani oleh perusahaan penerbangan domestic Turki seperti Turkish Airline. Tetapi selama seminggu terakhir ini pesawat tersebut selalu penuh, pulang-pergi Ankara-Dyarbakir.

Vargas mengatakan ke 69 warga Romania itu meninggalkan Baghdad Senin dini hari pukul 01.00 dan melewati Habur menjelang malam pada hari yang sama. “Itulah perjalanan yang paling cepat,” katanya. Rombongan sebelumnya, tambah Vargas, ada yang terpaksa menunggu sampai satu malam di Mosul, kota perbatasan paling dekat di wilayah Irak sebelum melewati Habur.

Habur
Habur merupakan pos perbatasan satu-satunya antara Turki dan Irak. Kini pos ini tertutup bagi wartawan dan kamera-kamera mereka disita selama mereka berada di kawasan itu. Kehadiran wartawan pun hanya bisa sampai 300 meter jauhnya dari pos perbatasan itu, sehingga tidak mungkin mengadakan wawancara dengan para pendatang tersebut.

Wartawan Pembaruan yang mengemukakan alas an ingin mendapat informasi tentang warga Indonesia, juga tidak diizinkan mendekat. “Beritahukan nomor Anda di Silupi, nanti akan kami hubungi bila ada warga Indonesia yang melewati perbatasan,” kata seorang polisi yang seragamnya mirip seragam petugas DLLAJR di Indonesia.

Pos perbatasan di sini hanya merupakan pos yang memotong jalan internasional yang menghubungkan Eropa dengan Timur Tengah. Sebelahnya berdiri barak-barak militer yang memanjang, dikelilingi barikade-barikade kawat berduri. Sejumlah taksi berjejer tidak jauh dari batas yang masih diperbolehkan. Setiap penumpangnya harus membayar 10.000 Lira Turki dari Silupi ke Habur atau sebaliknya.

Tidak mungkin bertahan lama-lama di sini sebab sinar matahari yang menyengat pada musim panas sekarang ini. Karena itu, para petugas Kedubes atau wartawan menunggu di Silupi. Petugas perbatasan akan menghubungi mereka dari Habur ke Silupi lewat telepon.

Silupi
Penduduk Silupi pada umumnya adalah orang-orang Kurdi dan mereka dicurigai dapat berubah menjadi “teroris” bila masalah Kurdi yang menginginkan pemerintahan sendiri muncul ke permukaan. Menurut keterangan, bila suatu kemelut terjadi, mereka dengan mudah dapat menyelundup masuk Irak. Tetapi kini sudah ada persetujuan antara Turki dan Irak bahwa kedua pemerintahan dapat mengejar pelarian sampai batas tertentu bila memasuki wilayah masing-masing.

Suasana kota kecil Silupi, menurut A. Rachman pemilik “hotel” yang terbaik di sana, biasa-biasa saja, kecuali dikunjungi oleh orang-orang kedubes yang warganya melewati perbatasan.

Penginapannya yang bertingkat dua hanya memiliki WC, sedang kamar mandi berada di sebelahnya. Untuk mandi seseorang harus membayar 3.000 Lira.

Tidak banyak penduduk Silupi yang dapat berbahasa Inggris. Salah seorang di antaranya bernama Memet, penjaga sebuah toko milik saudaranya dan hobinya adalah menukar mata uang asing apa saja. Uang Dinar Kuwait yang sedang tidak laku pun, ia bersedia menukarkannya dengan Lira Turki. “Nanti akan laku lagi,” katanya.

Di dekat Silupi ini terdapat markas militer, dan para prajurit itu bergaul dengan bebas dengan penduduk. Umumnya prajurit-prajurit ini masih muda-muda dengan potongan rambut crew cut. Menurut keterangan, kehadiran prajurit-prajurit itu di wilayah paling timur Turki ini tidak saja menjaga perbatasan, tetapi juga sebagai pengawas mengingat daerah ini sering dilanda kemelut menyangkut soal Kurdi.

Petugas Kedubes Cina
Sebelum meninggalkan Silupi, Selasa siang, di kantor bus Habur Tur, wartawan Pembaruan bertemu dengan petugas Kedubes RRC di Ankara. Ia mengatakan akan menuju pos perbatasan Habur untuk menjemput warga Cina yang baru tiba dari Irak dan Kuwait.

Wartawan Pembaruan meninggalkan Ankara menuju Silupi Minggu petang pukul 16.00 dengan bus dan tiba pukul 09.00. Selasa siang di kantor bus Habur Tur, wartawan Pembaruan berangkat pukul 12.00 dan tiba di Ankara pukul 07.00 Rabu pagi (29/8) waktu setempat. Perbedaan waktu antara Turki atau Ankara dengan Jakarta, 4 jam. (***)

30 Agustus 1990

0 comments:

Post a Comment